Sukses

Parenting

Talenta Anak: Bawaan atau Binaan? Nature or Nurture?

Bawaan atau binaan? Turunan atau latihan? Genetik atau lingkungan? Pertanyaan tersebut seolah tak kunjung habis menjadi perdebatan dalam dunia perkembangan anak. Perdebatannya, apakah bakat lebih dipengaruhi oleh nature atau nurture. Mana yang lebih penting? Mana yang lebih menentukan?

Nature mengacu pada kondisi biologis seseorang yang diturunkan secara genetik. Ini meliputi traits/sifat/ciri, kapasitas dan keterbatasan yang diturunkan secara genetik orang tua pada saat pembuahan. Sebagian contohnya adalah postur tubuh, warna bola mata dan penyakit turunan. Nature juga mencakup ciri seperti kemampuan verbal atau level aktivitas fisik yang muncul setelah kematangan perkembangan tercapai di usia tertentu.

Nurture mengacu pada semua pengaruh lingkungan yang terjadi setelah pembuahan, mulai dari kesehatan ibu saat mengandung, sampai pengalaman yang dialami langsung oleh anak setelah lahir, baik dalam keluarga, sekolah, lingkungan sosial & budaya secara luas.

Terlepas dari perdebatan tersebut, semua ahli sepakat bahwa keduanya berperan dalam perkembangan anak. Interaksi antara nature dan nurture menentukan bagaimana hasilnya pada anak. Kecerdasan anak misalnya, tetap ditentukan faktor keturunan dan lingkungan (sekolah, nutrisi, dll).

Banyak temuan-temuan menarik dari beberapa riset yang pernah dilakukan, salah satunya tentang kemampuan matematika antara anak laki-laki dan perempuan (Benbow & Stanley, 1983; Johnson & Meade, 1987; Beal, 1994; Jacklin, 1988). Penelitian-penelitian ini menemukan bahwa kemampuan matematika pada anak laki-laki lebih baik daripada anak perempuan. Pakar genius dalam bidang matematika lebih banyak laki-laki dibanding perempuan. Perbedaan hormonal saat pubertas juga membuat perbedaan di otak anak laki-laki dan perempuan, sehingga anak laki-laki lebih unggul dalam matematika. Penelitian ini jelas mendukung pihak yang mengatakan bahwa nature lebih penting.

Lalu apa kata pendukung nurture? Mereka juga mengadakan penelitian tentang isu yang sama yaitu kemampuan matematika (Eccles & Jacobs, 1986; Barinaga, 1994). Mereka mengemukakan bahwa kemampuan matematika kurang dianggap feminin sehingga lingkungan (keluarga, sekolah, dan lainnya) kurang mendukung minat dan usaha anak perempuan dalam matematika. Nilai budaya juga berpengaruh, terbukti di negara Asia jumlah ilmuwan wanita jauh lebih sedikit dibanding jumlah ilmuwan wanita di negara Eropa.

Masih banyak penelitian lain yang serupa dan saling menguatkan pendapatnya masing-masing. Jika semuanya dibahas di sini mungkin akan membuat Moms tambah bingung. Sebenarnya yang terpenting adalah kita menyadari bahwa keduanya sama pentingnya.

Michael Gurian dan Dakota Hoyt dalam buku mereka yang berjudul Nurture the Nature: Understanding and Supporting Your Child’s Core Personality (2007), mengemukakan bahwa ada 7 aspek dalam diri anak yang erat kaitannya dengan faktor bawaan/nature yaitu kepribadian, sifat gender, bakat/talenta, gaya belajar, pola mood & perilaku, respon terhadap stres, gaya relasi & ekspresi emosi. Khususnya bakat/talenta, tentu tidak langsung terlihat begitu saja ketika anak lahir meskipun itu ada di dalam dirinya. Seperti yang dikatakan Heraclitus, seorang filsuf Yunani: Our own nature hides from us, but wants to be found. Jadi apa yang menjadi bawaan anak, khususnya bakat tidak serta merta mencuat dari diri anak dan menjadi sesuatu yang istimewa. Talenta butuh dikenali dan dikembangkan.

Faktor bawaan saja tidak menentukan masa depan anak. Keluarga, sekolah dan lingkungan sekitar anak juga ikut menentukan. Seorang anak yang lahir dari kedua orang tua yang atlet sepatu roda, apakah mungkin menjadi atlet juga tanpa diperkenalkan pada sepatu roda dan memiliki kesempatan berlatih? Seperti kutipan berikut ini, “Genes and family may determine the foundation of the house, but time and place determine its form.” (Jerome Kagan).

Pertanyaan berikutnya adalah bagaimanakah cara mendeteksi bakat anak? Jawabannya adalah butuh proses (waktu), observasi dan stimulasi yang variatif. Selain itu butuh keuletan, kesabaran dan pikiran yang terbuka dari orang tua. Butuh waktu karena anak berkembang dalam tahapan usianya dan kemampuan anak muncul jika kematangan anak dalam hal tertentu sudah tercapai. Misalnya, anak belum dapat menunjukkan bakat atletiknya sebelum dia mampu berjalan/berlari. Butuh observasi yang jeli dari orang tua tentang apa yang diminati anak.

Orang tua juga dapat meminta orang lain yang mengenal anak untuk dimintai pendapat. Ketika observasi membuahkan hasil, hindari bereaksi terlalu berlebihan karena di usia sebelum pubertas minat anak masih berubah-ubah. Misalnya anak terlihat sangat suka menggambar, amati saja dulu sampai sejauh mana anak betah menekuni aktivitas ini sambil dipenuhi kebutuhan menggambarnya. Jangan kecewa ketika anak kemudian kehilangan minat menggambarnya. Stimulasi yang variatif juga diperlukan untuk merangsang munculnya talenta. Karena tanpa stimulasi, talenta sulit muncul dan berkembang. Ketika talenta ditemukan secara pasti, stimulasi bisa lebih terfokus sehingga talenta berkembang.

Lalu, bagaimana kita tahu yang ditampilkan anak talentanya atau bukan? Jika benar talentanya, biasanya anak bertahan lama menekuni aktivitas tersebut, bukan hitungan bulan tapi tahunan. Dia seolah tak pernah bosan, tak pernah lelah dan selalu terlihat asyik menikmati aktivitas tersebut. Hal lainnya adalah biasanya anak akan lebih mudah menguasai apa yang diajarkan sehubungan dengan talentanya tersebut. Misalnya, anak yang punya talenta musik akan lebih cepat menguasai nada dibanding yang tidak.

Well Moms, menemukan bakat anak adalah perjalanan yang panjang, so enjoy the ride and keep it fun!

Penulis: Vera Itabiliana Hadiwidjojo, Psi.

(vem/tey)

Follow Official WhatsApp Channel Fimela.com untuk mendapatkan artikel-artikel terkini di sini.

What's On Fimela
Loading